Jumat, 11 Juli 2008

Kompetensi, Tak Tergantung Jabatan

Seorang teman saya, dulu sama-sama menjadi jurnalis. Kini sudah sekitar empat tahun duduk dengan bangganya sebagai anggota legislatif.

Banyak sudah perubahan dalam dirinya. Tentu yang paling mencolok, soal performance dan kepribadiannya. Karena sudah jadi anggota dewan, teman saya ini tak lagi punya waktu luang untuk sekadar ngobrol dengan teman-temannya dulu di kantin dewan.

Cuma satu hal yang tak berubah dari teman saya itu. Ternyata dia masih tetap seperti dulu, seorang jurnalis biasa-biasa saja, tak punya nilai plus seperti jurnalis berkelas di Sumut semisal sulben siagian, nian poloan, riza fakhrumi tahir, mayjen simanungkalit, toga nainggolan, abyadi siregar, ali murtadho, dll.

Ketika telah berstatus sebagai anggota dewan, teman saya ini sama sekali tak pernah 'dihitung' dan dikenal sebagai wakilnya rakyat. Dia hanya sebatas pelengkap administrasi dan berhak menerima honor setiap bulannya.

Mengapa demikian ? Ternyata, teman saya itu cuma kebetulan saja lolos jadi anggota dewan karena menjelang Pemilu 2004 lalu, ditawari jadi caleg oleh parpol baru yang kelimpungan mencari caleg perempuan.

Peran dan keberadaan seseorang dalam sebuah institusi apa pun, tak ditentukan dan tidak selamanya tergantung pada jabatan.

Orang-orang seperti amien rais, goenawan mohamad, kwik kian gie, emha ainun nadjib, ws rendra, eros djarot, gus dur, franz magnis suseno, sofyan tan, dll ; akan tetap dikenang dan dicari, dengan atau tanpa jabatan apa pun.

Sebaliknya orang seperti al-amin nasution, max moein, bulyan rohan, dan beberapa menteri hanya sekadar numpang lewat saja karena kebetulan mereka memiliki jabatan yang dianggap terhormat.

Jabatan apa pun yang melekat dalam diri seseorang, tidak akan membuatnya dominan dalam memberi pengaruh positif terhadap policy institusi dipimpinnya jika tidak memiliki kompetensi (capability and acceptability).

Jabatan hanyalah sebuah kesempatan dan dalam terminologi orang Timur sangat banyak dipengaruhi 'suratan tangan'. Sedangkan kompetensi mewujud karena terus diasah lewat proses pembelajaran (educated) serta kemauan untuk terus membenahi diri (learning by doing).

4 komentar:

  1. sebagai contoh, rekrutmen pejabat kita memang lbh banyak berdasarkan like or dislike, bukan berdasarkan kredibilitas dan kemampuannya

    BalasHapus
  2. Huahahaha... Kubettoh ngo katengku ise na ibahas abang i posting enda.

    :-D

    Sekarang nai, oda ne ibettoh ia nan naing mike ia laus... akhirna, jadi sampah namai.

    ahlan wa sahlan fi majlis bloggeriin...

    Selain i nesia.wordpress.com, nggo ngo lot blogku na lbh "profesional".. http://nesiaweek.com

    BalasHapus
  3. seseorang tak punya kompetensi dalam jabatannya, karena penempatan pejbat srg tak sesuai keahliannya

    BalasHapus
  4. seseorang tak punya kompetensi dalam jabatannya, karena penempatan pejbat srg tak sesuai keahliannya

    BalasHapus

Mengenai Saya

Foto saya
:pemerhati sosial dan politik yang concern dengan pemikiran lintas sektoral,selalu menghargai perbedaan pendapat sekaligus membenci sikap eksklusif dan mau menang sendiri....