Jumat, 25 Juli 2008

Fanatisme Bollywood

Saya merasa bersyukur, karena sebagai penonton film, saya tidak fanatis kepada jenis film tertentu. Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar hingga sekarang, saya menyukai segala jenis film.

Ketika masih kanak-kanak dan menjelang remaja saya sudah akrab dengan nama-nama bintang film terkenal dari negeri sungai Gangga semisal Dev Anand, Dharmendra, Amitabh Bachchan, Shashi Kapoor, Shatrughan Sinha, Sharmila Tagore, Hema Malini, Zeenat Aman, Mumtaz, Rekha atau Jaya Bhaduri.

Saya juga masih terkenang dengan film-film yang dibintangi Chen Kuan Thai, Fu Sheng, Chen Sing, David Chiang, Wang Tao, Lin Ching Sia, Carina Lau, atau aktor-aktor Hollywood semisal Marlon Brando, Charles Bronson, Jean Paul Belmondo, Raquel Welch, Gina Lollogribida, Ursula Andress, Jacqueline Bisset, dll.

Namun industri film Bollywood, memang sebuah perkecualian dan sangat berbeda dibandingkan dengan industri film negara lain. Bollywood seolah tidak mengenal pasang surut seperti halnya industri film Indonesia.

Bollywood tetap eksis, sejak mulai ada sekitar tahun 40-an hingga sekarang.Setiap tahun dari ratusan film yang diproduksi, terdapat puluhan film yang berstatus mega hit, hit, semi hit, dan flop.

Sungguh mencengangkan, industri film negerinya Mahatma Gandhi itu sama sekali tidak terpengaruh dengan maraknya televisi swasta dan berbagai jenis hiburan lainnya. Last not but least, film impor dari Hollywood justru jarang mendapat tempat di negeri itu.

Karena pesatnya produksi film di sana, tak mengherankan bila aktor sekaliber Dharmendra, Shashi Kapoor, Rishi Kapoor, Amitabh Bachchan, Mithun Chakraborthy, Govinda, sudah membintangi 100 hingga 200 film sepanjang karier mereka.

Apresiasi masyarakat terhadap bintang-bintang layar perak itu juga sungguh mengejutkan dan terkadang tak masuk akal. Masyarakat India misalnya, sering memperlakukan para aktor legendaris dan top sekaliber Raj Kapoor, Dilip Kumar, Dharmendra, Amitabh 'Big B' Bachchan, Salman Khan, Shahrukh Khan, bak 'dewa' yang datang dari planet lain.

Ya, mereka memang sangat fanatis. Ketika Dharmendra, Sunil Dutt, Big B, Hema Malini, Vinod Khanna, Govinda, Jayalalitha, atau Jaya Prada misalnya suatu ketika ingin beralih profesi menjadi politisi, mereka dengan sangat mudah mendulang suara dan menghantarkan mereka menjadi anggota parlemen.

Fanatisme masyarakat India sebenarnya tak berhenti pada film produk Bollywood saja.Di negeri itu juga muncul istilah Tollywood dan Kollywood, sebutan untuk karya film dihasilkan sineas daerah dari Tamil, Telugu dan Malayalam.

Tepatnya, di sana juga berkembang pesat film berbahasa daerah yang memiliki pangsa pasar tersendiri. Kalau di negeri kita, mungkin film berbahasa Batak, Sunda atau Jawa.

Begitu fanatisnya mereka terhadap film karya sendiri. Sampai-sampai film Bollywood (berpusat di kota Mumbai) dan beredar ke seluruh negeri, dianggap belum cukup, sehingga dipandang perlu membesut film dari daerah sendiri.

Dan sineas di daerah-daerah India tadi bukan sekadar hadir, melainkan bekerja sangat profesional. Industri perfilman daerah ini juga melahirkan nama-nama melegenda seperti Sivaji Ganeshan, Jayalalitha,Rajnikant,Kamal Hassan, Chiranjeevi, Nagarjuna, Vijaykant, Sarath Kumar, Gowthami, Radhika, Khushboo, Simran, Rambha, dll.

Bahkan music director number one di Bollywood saat ini, AR Rahman, justru tumbuh dan memulai kariernya dari perfilman daerah di Chennai (Tamil).

Kalau dihitung semua film karya sineas India itu, mungkin terdapat ribuan film yang dihasilkan setiap tahunnya. Sangat njomplang bila dibandingkan dengan produksi film Indonesia. Di tengah booming film horor setahun silam pun, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari.

Kecintaan masyarakat mayoritas beragama Hindu itu terhadap film karya anak negeri sungguh mengagumkan. Fanatisme Bollywood tidak ada tandingannya dan tidak akan pernah luntur sepanjang zaman. Namaste...mera dosti, jaihind.

1 komentar:

  1. Bollywood memang dahsyat. Sampai kapanpun tak mungkin bs ditandingi perfilman Indonesia

    BalasHapus

Mengenai Saya

Foto saya
:pemerhati sosial dan politik yang concern dengan pemikiran lintas sektoral,selalu menghargai perbedaan pendapat sekaligus membenci sikap eksklusif dan mau menang sendiri....